1.
Pengantar
P2P
Jaringan P2P
(peer-to-peer) telah lahir dan berkembang secara dramatis seiring
meledaknya teknologi informasi dan komunikasi. Di abad internet saat ini, para netter
tentu sudah pasti tidak asing lagi dengan nama Gnutella, Kazaa, atau
Napster. Ketiga nama ini merupakan contoh jelas dan sederhana untuk
menggambarkan betapa hebatnya sebuah jaringan yang bersifat
“persahabatan/pertemanan”. Gebrakan awal
teknologi ini dipelopori oleh Usenet News Servers yang banyak
didominasi/diisi dengan newsgroup. Tom Truscott dan Jim Ellis,
dua mahasiswa yang membuat aplikasi untuk Usenet, mungkin tidak akan
menyangka kalau aplikasi yang dulu mereka buat kini telah mampu mengubah paradigma
manusia tentang banyak hal. Salah satunya adalah mengenai hak cipta (copyright),
yang sampai sekarang masih menjadi polemik dunia industri musik di Amerika
Serikat. Jadi, jika ada netter yang buta tentang teknologi ini, mungkin
dia termasuk orang yang telah tidur selama 9 bulan di atas kasurnya tanpa
pernah membuka mata sedetik pun. Ini adalah sindiran Todd Sundsted,
Chief Architect dari PointFire, Inc. yang menulis artikel di situs IBM tentang
teknologi sederhana nan mengagumkan ini.
2. Sejarah Singkat P2P
Tahun 1979, Usenet,
sebuah aplikasi terdistribusi (baca: tidak tersentralisasi/ distributed)
yang dibuat oleh Tom Truscott dan Jim Ellis, lahir di Amerika
Serikat. Aplikasi ini umumnya melayani penggunanya dengan newsgroup.
Pada tahun-tahun itu, dunia belum mengenal dan mampu menikmati layanan internet
sebaik dan secepat seperti saat ini. Umumnya, berkas-berkas yang berada di
dalam komputer milik pengguna usenet dipertukarkan dalam bentuk batch
files (berkas yang berisi data yang diproses atau ditransmisikan mulai dari
awal hingga akhir). Biasanya, para pengguna saat itu saling bertukar data di
malam hari yang larut. Itu adalah waktu di sebuah negara besar ketika jalur
telepon untuk SLJJ (sambungan langsung jarak jauh) sedang sepi. Akibatnya,
tidak ada cara yang efektif untuk membuat fungsi aplikasi ini menjadi tidak
terdistribusi. Dengan kata lain, aplikasi ini tetap menjadi aplikasi yang tidak
memiliki pusat kendali (server). Bahkan hingga hari ini.
Aplikasi P2P
generasi awal lain yang sukses dan populer adalah FidoNet. Laiknya
Usenet, FidoNet juga digunakan secara terdistribusi. Aplikasi ini dibuat oleh Tom
Jennings pada tahun 1984 sebagai cara untuk bertukar pesan diantara
pengguna-penggunanya yang memiliki BBS (Bulletin Board System) yang
berbeda. Baik Usenet maupun FidoNet dapat menjadi contoh betapa hebatnya
teknologi P2P. Sampai detik ini, keduanya masih lestari. Uniknya, sekarang
keduanya sudah tidak sendiri lagi. “Cucu-cucu” mereka sudah lahir dan ikut
menggebrak dunia maya. Sebut saja Gnutella, Kazaa, Napster, dsb.
3. Pengertian P2P
Jaringan
komputer P2P termasuk sebuah cabang (subset) dari bidang
komputasi terdistribusi. Namun komputasi terdistribusi sendiri bukanlah cabang
dari P2P. Sebutan “peer-to-peer” mengisyaratkan sebuah hubungan
kesetaraan (egalitarian relationship) diantara para peer (baca:
pengguna satu dengan yang lainnya). Dan yang terpenting, hubungan ini haruslah
menghasilkan interaksi langsung antara komputer pengguna yang satu dengan
komputer pengguna lainnya. Tanpa embel-embel ada komputer yang berstatus
sebagai client dan berstatus sebagai server. Secara teknis,
jaringan P2P (peer-to-peer) adalah sebuah jaringan yang memungkinkan
semua komputer dalam lingkungannya bertindak/berstatus sebagai server yang
memiliki kemampuan untuk mendistribusikan sekaligus menerima berkas-berkas atau
sumber daya (resource) yang ada dalam komputer mereka ke komputer
lainnya.
Jaringan
bertipe ini sangat banyak dijumpai di kantor-kantor yang tidak membutuhkan
sebuah sentral pengaturan laiknya jaringan client-server. Di internet,
jaringan P2P hidup dan berkembang melalui aplikasi-aplikasi populer seperti
Napster dan Gnutella.
4. Klasifikasi P2P
Berdasarkan
tingkat/derajat sentralisasinya, jaringan P2P terbagi ke dalam 2 tipe, yakni:
Ø P2P Murni (Pure P2P), dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
a.
Masing-masing
peer berstatus setara (egaliter), setiap peer berstatus
sebagai client juga server.
b.
Tidak
ada server pusat yang mengatur jaringan.
c.
Tidak
ada router yang menjadi pusat jaringan.
Ø P2P Hybrid (Hybrid P2P), dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
a.
Mempunyai
server pusat yang memantau dan menjaga informasi yang berada di setiap peer
sekaligus merespon peer ketika ada yang meminta informasi itu.
b.
Setiap
peer bertanggung jawab untuk menyediakan resource yang tersedia.
Hal ini terjadi karena server pusat tentu diatur sedemikian rupa untuk
tidak memilikinya. Selain itu, hal ini juga dilakukan agar server pusat
tersebut dapat mengetahui resource apa saja yang akan didistribusikan di
dalam jaringan.
c.
Ada
router yang menjadi pusat jaringan.
5.
Manfaat
P2P
Tujuan utama dari jaringan P2P adalah
agar semua peer dapat menyediakan sekaligus memanfaatkan resource komputer,
termasuk bandwith, media penyimpanan, dan kemampuan komputasi yang ada
di dalam jaringan tersebut. Dengan demikian, ketika node-node (komputer-komputer)
telah banyak terhubung dan terjadi banyak permintaan terhadap sistem, kapasitas
total yang dimiliki oleh sistem juga akan meningkat. Hal ini merupakan
kontraproduktif dengan apa yang terjadi pada sistem client-server. Dalam
sistem client-server, bertambahnya client justru dapat
menyebabkan melambatnya transfer data di dalam sistem.
Sifat terdistribusi yang dimiliki
oleh jaringan P2P ini juga dapat meningkatkan kestabilan/kekokohan (robustness)
sistem dari kemungkinan kegagalan (system failure). Kestabilan ini
disebabkan oleh dua faktor. Pertama, adanya replikasi/penggandaan data yang
terjadi di antara para pengguna (peer). Kedua, dengan memanfaatkan resource
komputer peer itu sendiri untuk mencari data yang ada di dalam
jaringan tanpa mengandalkan satu resource komputer server saja.
6. Topologi Jaringan P2P
Shuman Ghosemajumder dalam makalahnya
yang berjudul Advanced Peer-Based Technology Business Models yang
diterbitkan pada tahun 2002 membagi topologi jaringan P2P ke dalam 2 tipe.
Berikut tipe-tipe tersebut:
1. Centralized Model
Model ini adalah model yang digunakan
oleh Napster. Semua peer (pengguna) akan terhubung ke satu atau
sekelompok (cluster) server. Server ini berfungsi untuk
memfasilitasi (baca: sebagai mediator) hubungan antara peer dalam jaringan
tersebut. Server tersebut dapat memainkan satu, dua atau ketiga peran berikut
ini :
Ø
Discovery.
Server yang memainkan peran ini akan meyimpan informasi tentang user yang
sedang terhubung ke dalam sistem sekaligus memungkinkan semua user untuk
mengetahui bagaimana cara menghubungi user tertentu yang sedang berada
di dalam jaringan.
Ø
Lookup. Server
dengan peran lookup memiliki kemampuan server dengan peran discovery.
Hanya saja, server ini juga akan menyediakan mekanisme pencarian yang
tersentralisasi.
Ø
Content Delivery. Dalam peran ini, peer akan meng-upload semua atau
beberapa data (content) milik mereka ke server pusat. Dengan cara
ini, proses transfer data menjadi relatif lebih cepat ketimbang dengan kedua
model peran sebelumnya. Dengan beberapa pertimbangan keadaan tentunya.
Gambar topologi model tersentralisasi dapat dilihat pada
gambar 1 di bawah ini :
7.
Decentralized
Model
Model ini akan membuat semua peer memiliki
status dan fitur yang sama dalam sebuah jaringan. Jadi, tidak akan ada server
atau client di dalamnya. Contoh aplikasinya adalah Freenet.
Dalam model terdesentralisasi, seorang peer tidak akan dapat mengetahui
jumlah peer lainnya yang sedang terhubung di dalam jaringan. Selain itu,
seorang peer juga tidak akan dapat mengetahui alamat dari peer lain
yang akan dihubunginya. Satu lagi kekurangan model ini adalah bahwa peer tidak
dapat mengetahui isi (content) komputer milik peer lainnya yang
sedang tersedia dalam jaringan.
Meskipun begitu, model desentralisasi
juga memiliki kelebihan. Diantaranya berkaitan dengan masalah keamanan, baik
itu dilihat dari segi teknologi maupun hukum hak cipta. Dari segi teknologi,
model desentralisasi menguntungkan karena akan lepas dari kemungkinan satu
serangan tunggal yang dapat mematikan jaringan. Sedangkan dari segi hukum hak
cipta, meskipun masih menyisakan bias, model ini relatif lebih bebas dari jerat
undang-undang hak cipta karena content yang tersebar dalam jaringan
merupakan data yang hendak saling dipertukarkan. Bukan untuk dijual atau
dibajak.
Kesimpulan
Dari uraian di atas kita dapat
mengambil beberapa poin sebagai kesimpulan. Berikut poin-poin tersebut:
Ø Teknologi P2P masih akan terus
berkembang selaras dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Ø Semakin besar jumlah user yang
menjadi peer dalam sebuah jaringan P2P maka akan semakin bagus pula
jaringan tersebut. Baik jika dilihat dari sisi teknologi maupun sosial.
Ø Berdasarkan derajat sentralisasinya,
P2P terbagi ke dalam dua bagian, yakni; P2P Mmurni dan P2P Hybrid.
Ø Berdasarkan topologinya, P2P terbagi
ke dalam dua bagian, yakni; topologi model tersentralisasi, dan model
terdesentralisasi.
Ø Masing-masing kategori P2P memiliki
kelemahan dan kelebihan masing-masing. User dapat memilih kategori mana yang
paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Ø Keberadaan jaringan P2P masih sering
menimbulkan konflik dalam hal hak cipta suatu karya intelektual. Terutama dalam
dunia industri hiburan seperti musik, TV dan film.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.wimpermana.web.ugm.ac.id/jaringan-p2p-peer-to-peer/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar